Tuesday 31 December 2013

Penerapan Multidisplin Ilmu Demi Mewujudkan Indonesia Cerdas Berbudaya dan Berkarakter

                Banyak orang yang beranggapan bahwa orang cerdas itu hanya yang “Jago Ilmu Eksak dan Teknologi”. Padahal kenyataannya orang yang pandai dalam dunia eksak itu belum tentu dikatakan cerdas sepenuhnya. Mengapa??? Sebab kecerdasan seseorang itu bukan hanya diukur dari kemampuan menghitung aljabar, menghafal rumus Einstein dan menciptakan sebuah pesawat. Karena itu merupakan satu tolak ukur saja yaitu dari segi kecerdasan intelektual (Intelligence Quotient). Ya tentu saja kalau dibiarkan terus menerus, maka akan banyak tercipta “Robot-Robot Manusia”. Sebab mereka hanya berfikir teoritis dan perhitungan sistematis tanpa kepekaan rasa sosial dan cenderung statis (pendiam). Jika hal tersebut masih dianggap sebagai tolak ukur keberhasilan pendidikan di Indonesia, maka suatu saat “Robot-Robot Manusia” ini akan menjelma menjadi Monster. Monster yang rakus akan kekuasaan dan minim moral. Dan dapat menjadi manusia yang egois, karena segala penilaiannya objektif serta harus benar. Seperti halnya kasus Ujian Nasional yang ada setiap tahunnya. Banyak siswa yang berprestasi tingkat nasional bahkan internasional namun TIDAK LULUS ujian nasional. Hanya karena ada satu mata pelajaran yang nilainya dibawah standar. Karena pemerintah hanya berkutat soal nilai yang tak lain adalah kuantitas pendidikan yang tak memperhitungkan kualitas pendidikan. Sebab ketika ujian nasional berlangsung, pada saat itu pula kebobrokan moral terjadi. Kepala sekolah memberikan kunci jawaban kepada guru, guru memberikan bocoran jawaban kepada siswa, dan sesame siswa pun saling mencontek bocoran jawaban. Hal tersebut sudah menjadi rahasia umum, tidak lagi secara sembunyi-sembunyi. Walaupun banyak tayangan di televisi yang menayangkan Ujian Nasional dijaga ketat oleh aparat Negara. Ini merupakan sebuah kasus korupsi kecil, ketidakjujuran dan ketidakadilan. Jika atas dasar kemampuan inteletual yang diutamakan, lalu dimana letak EQ, SQ dan Kreativita?
Berikut merupakan penjelasan dari IQ, SQ dan EQ dikutip dari sumber (Astrilyani. 2013. Pengertian IQ, SQ dan EQ. Tersedia: http://silviastrilyani.wordpress.com/2013/02/11/pengertian-iq-eq-dan-sq/ [29 Desember 2013]
Kecerdasan Intelektual (IQ) adalah ukuran kemampuan intelektual, analisis, logika, dan rasio seseorang. IQ merupakan kecerdasan otak untuk menerima, menyimpan, dan mengolah informasi menjadi fakta. Kecerdasan Spiritual (SQ) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti dan memberi maknapada apa yang di hadapi dalam kehidupan, sehingga seseorang akan memiliki fleksibilitas dalam menghadapi persoalan dimasyarakat. Kecerdasan Emosional (EQ) adalah kemampuan mengenali perasaan sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, serta kemampuan mengolah emosi dengan baik pada diri sendiri dan orang lain.
Sedangkan ada satu hal lagi yang belum banyak diketahui oleh orang lain yakni kreativita. Menurut (Primadi, 2013;43) yang dinamakan kretivita yaitu salah satu kemampuan manusia yang dapat membantu kemampuannya yang lain, hingga sebagai keseluruhandapat mengintegrasikan stimuli-luar (yang melandanya dari luar sekarang) dengan stimuli-dalam (yang telah dimiliki sebelumnya-memori) hingga ter cipta suatu kebulatan baru.
Dalam hal tersebut dapat diketahui bahwa seseorang yang dikatakan cerdas sepenuhnya yakni apabila ia memiliki keseimbangan IQ, SQ, EQ dan Kreativita yang hampir seimbang. Walaupun tidak ada satu manusia pun yang memilikinya secara seimbang. Pasti ada salah satu hal yang lebih menonjol dalam dirinya.
Namun setiap sekolah seharusnya wajib menerapkan IQ, SQ, EQ dan kreativita pada peserta didiknya. Baik itu sekolah formal, non-formal maupun informal. Karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang berbudaya. Bukan sebuah robot atau mesin yang terus menerus bekerja secara logis dan sistematis.
Contoh penerapan IQ yakni siswa diberikan mata pelajaran yang menuntutnya harus mengingat, menghitung, menganalisis dan berpikir secara logika. Contohnya penerapan ilmu sains seperti fisika, matematika, biologi, kimia dan ilmu komputer. Karena pada suatu saat mereka akan menghadapi perkembangan zaman yang seba modern dan teknologi. Yang tentunya tidak hanya membawa dampak positif tapi juga dampak negatif. Sehingga mereka mau tidak mau harus menemukan berbagai solusinya untuk kelestarian lingkungan secara fisik.
Sedangkan penerapan SQ di sekolah yakni dengan cara guru memberikan penyegaran rohani, membangkitkan motivasi siswa agar dapat optimis dalam menjalani kehidupannya dan menyelesaikan masalah secara bijak. Hal tersebut dapat diterapkan pada kegiatan belajar Agama, Unit Kegiatan Kerohanian serta Seminar pembangkit motivasi.
Sedangkan penerapan EQ yakni dengan cara memberikan bimbingan konseling agar siswa dapat mengontrol emosi dalam dirinya dan mampu berteman dengan baik dengan siapa saja (tidak egois) serta menghormati orang lain. Hal ini dapat diterapkan melalui bimningan konseling, mata pelajaran kewarganegaraan, dan disiplin ilmu sosial.
Yang terakhir yakni kreativita dimana siswa diberikan kebebasan untuk menuangkan berbagai ide kreatifnya yang akan diolah menjadi kreasi seni, baik itu desain komunikasi visual, seni murni, kriya, seni tari dan seni musik. Karena hal ini lebih erat kaitannya dengan soft skill. Untuk mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia, karena seseorang bukan mencari pekerjaan tapi ia yang harus menciptakan lapangan pekerjaan. Hal tersebut seharusnya ditanamkan kepada anak sejak dini. Sehingga kelak mereka akan menjadi makhluk sosial yang berbudaya dan memiliki multidisiplin ilmu untuk menghadai tantangan perubahan zaman yang lebih berat ke depan.

Sumber:
Astrilyani. 2013. Pengertian IQ, SQ dan EQ. Tersedia: http://silviastrilyani.wordpress.com/2013/02/11/pengertian-iq-eq-dan-sq/ [29 Desember 2013]
Primadi. 2000. Proses Kreasi, Apresiasi, Belajar. Bandung: ITB.